Rahmat Agung Hidayatullah, S.Pd. |
Suatu ketika sang ayah tersebut sedang berada dalam kondisi masalah keuangan yang cukup mendesak, sehingga memaksanya untuk berfikir cara mendapatkan uang dengan cara instan dan mudah. Karena minimnya keterampilan, saat itu yang terpikirkan hanyalah merampok. Terlebih ketika masa perceraian dulu, juga sudah pada kondisi kerja serabutan dengan hasil tidak menentu.
Ketika keinginannya sudah bulat untuk merampok, sang ayah pun bergegas untuk segera melakukan pengamatan dan mencari target yang memungkinkan. Setelah beberapa saat melakukan pengintaian, akhirnya dipilihlah sebuah lembaga sosial penyalur amal dan zakat. Alasannya tentu di sana terdapat banyak uang dari orang-orang kaya yang menyisihkan rezekinya untuk disumbangkan kepada orang yang membutuhkan seperti dirinya.
Sesampainya di lembaga sosial tersebut, sang ayah tadi pun langsung menodongkan pisau untuk meminta uang. Hanya saja saat itu bukan waktu yang tepat, karena sebagian besar uang sudah disetor ke kantor pusat untuk diproses lebih lanjut. Akan tetapi, sang ayah yang memang sedang kondisi terdesak ekonomi tersbur tetap memaksa petugas supaya mengeluarkan sisa uang yang tersedia.
Seketika, sang ayah yang semula menunjukkan wajah garang pun terkejut dan menanyakan asal mula sumbangan tersebut. Mulai dari ciri-ciri hingga mengerucut pada sebuah nama yang ternyata tidak lain adalah buah hatinya sendiri.
Tidak lama kemudian, sang ayah pun membatalkan niatnya untuk merampok. Bahkan sang ayah langsung menjual pisau yang digunakan menodong tadi dan menggunakan uangnya untuk bersedekah serta berpesan supaya didoakan layaknya doa sang buah hati.
Berjalannya waktu, sang ayah yang mulanya tidak memiliki pekerjaan tetap akhirnya diangkat menjadi tenaga keamanan di lembaga sosial yang menjadi sasarannya merampok dulu. Bahkan, sang istri yang meminta berpisah kini telah rujuk dan kembali menjadi satu-kesatuan keluarga utuh. Laiknya doa sang buah hati yang rela mensedekahkan tabungannya demi memohon setulus hati agar keluarga yang semula berpisah dapat bersatu seperti sedia kala.
Oleh : Rahmat Agung Hidayatullah, S.Pd.
Pada akhirnya dengan terpaksa, petugas pun mengeluarkan tiga pilihan berupa dua amplop uang dan satu kaleng uang logam. Pertama adalah satu amplop uang hasil sumbangan dari seorang kuli angkut yang hidup sebatangkara, sehingga sebagian uangnya dikumpulkan kemudian disumbangkan demi tabungan di akhirat nanti. Pilihan kedua berupa satu amplop uang sumbangan dari seorang ibu-ibu tua yang ingin didoakan agar kelak ketika tiada mendapatkan tempat yang indah di sisi-Nya. Terakhir, yakni satu kaleng uang logam hasil sumbangan dari seorang anak yang menginginkan kedua orang tuanya bisa kembali bersatu dan menjalani kehidupan berkeluarga seutuhnya.
Seketika, sang ayah yang semula menunjukkan wajah garang pun terkejut dan menanyakan asal mula sumbangan tersebut. Mulai dari ciri-ciri hingga mengerucut pada sebuah nama yang ternyata tidak lain adalah buah hatinya sendiri.
Tidak lama kemudian, sang ayah pun membatalkan niatnya untuk merampok. Bahkan sang ayah langsung menjual pisau yang digunakan menodong tadi dan menggunakan uangnya untuk bersedekah serta berpesan supaya didoakan layaknya doa sang buah hati.
Berjalannya waktu, sang ayah yang mulanya tidak memiliki pekerjaan tetap akhirnya diangkat menjadi tenaga keamanan di lembaga sosial yang menjadi sasarannya merampok dulu. Bahkan, sang istri yang meminta berpisah kini telah rujuk dan kembali menjadi satu-kesatuan keluarga utuh. Laiknya doa sang buah hati yang rela mensedekahkan tabungannya demi memohon setulus hati agar keluarga yang semula berpisah dapat bersatu seperti sedia kala.
Oleh : Rahmat Agung Hidayatullah, S.Pd.