Syamrotul Musfiroh, S.Pd |
Sambil bersandar, ia mulai membuka dan membaca buku yang dipegangnya. Di kursi sebelah, yang hanya dipisahkan oleh sebuah meja kecil yang di atasnya tersaji sebungkus biskuit, duduklah seorang pria.
Tidak lama, pria tersebut terlihat mulai membaca majalah. Ketika ibu muda tersebut mengambil sepotong biskuit yang terletak di atas meja, pria tersebut pun mengambil sepotong juga. Si ibu muda merasa terganggu dengan perbuatan pria tersebut, namun ia memilih untuk diam saja. Ia hanya bergumam:
“Huh ….menyebalkan! ingin rasanya kutampar saja mukanya!”
Setiap ibu muda tersebut mengambil sepotong biskuit, pria tersebut juga melakukan hal yang sama, sambil tersenyum kepada si ibu muda. Perbuatan pria tersebut benar-benar mengundang geram si ibu muda.
Namun si ibu muda tidak bereaksi apa-apa, ia hanya menyimpan kedongkolannya di dalam dada.
Ketika biskuit tersisa satu potong, si ibu muda bergumam: “ coba saya ingin lihat apa yang akan dilakukannya…!”
Kemudian si pria membelah biskuit tersebut. ia mengambil separuh dan mempersilakan si ibu muda untuk menikmati yang separuhnya lagi.
“Benar-benar keterlaluan …..!,” gumam si ibu muda tadi.
Kini, kekesalan si ibu muda benar-benar memuncak.
Ia segera mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan tempat duduk tersebut, kemudian berpindah ke ruang keberangkatan (boarding room).
Ketika pesawat sudah dating dan ibu muda sudah duduk di dalam pesawat, ia membuka tas jinjingnya untuk mengambil kacamata.
Betapa terkejutnya dia …… TERNYATA BUNGKUSAN BISKUIT YANG DIKIRA MILIKNYA TADI TERNYATA MASIH ADA DI DALAM TAS JINJING dan MASIH UTUH….!
Ia pun akhirnya menyesal, dan benar-benar merasa malu. Ia merasa bersalah. Ia mengira bahwa biskuit yang dimakan tadi adalah miliknya, ternyata bukan. Pria tadi ternyata justru membagi biskuit antara dirinya sendiri dan si ibu muda tanpa merasa marah, terganggu atau pun merasa rugi. Sementara itu, si ibu muda merasakan sebaliknya. Ia merasa bahwa biskuit tersebut adalah miliknya yang telah diserobot oleh pria tersebut, dan menyangka bahwa si pria tersebut telah berbuat kurang ajar kepada dirinya.
Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya. Orang lainlah yang selalu salah. Orang lainlah yang patut disingkirkan. Orang lainlah yang tak tahu diri. Orang lainlah yang berdosa. Orang lainlah yang selalu membuat masalah. Orang lainlah yang pantas diberi pelajaran. Padahal kita sendiri yang mencuri kue tadi, tetapi kita sendiri yang tidak tahu berterima kasih. Kita sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh pendapat, memberikan penilaian atau gagasan negative terhadap orang lain. Sementara itu, sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.
Dan, ada empat hal yang tidak dapat diraih kembali …
batu …
…setelah dilempar!
kata-kata…
…setelah diucapkan!
kesempatan…
…setelah berlalu!!
waktu..
…setelah beranjak pergi!!
Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya. Orang lainlah yang selalu salah. Orang lainlah yang patut disingkirkan. Orang lainlah yang tak tahu diri. Orang lainlah yang berdosa. Orang lainlah yang selalu membuat masalah. Orang lainlah yang pantas diberi pelajaran. Padahal kita sendiri yang mencuri kue tadi, tetapi kita sendiri yang tidak tahu berterima kasih. Kita sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh pendapat, memberikan penilaian atau gagasan negative terhadap orang lain. Sementara itu, sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.
Dan, ada empat hal yang tidak dapat diraih kembali …
batu …
…setelah dilempar!
kata-kata…
…setelah diucapkan!
kesempatan…
…setelah berlalu!!
waktu..
…setelah beranjak pergi!!
Oleh : Syamrotul Musfiroh, S.Pd